Jumat, 02 Desember 2011

PENYESALAN



Gemerlap lampu dan iringan sholawat nabi.
Member ketenangan dalam lubuk hatiku.
Ketika sholawatku lantunkan dari bibirku yang penuh berlumur dosa.
Masih pantaskah aku mengharap syafaatmu kelak.
Robbi…bersihkan hati hambamu ini yang penuh dengan goresan dosa.
Pertemukan hambamu ini dengan kekasihmu yang bersih dari lumuran dosa.

SENANDUNG DI HATI DEA SENANDUNG UNTUK BAGAS


Selasa, 7 Januari 1999
Dia (Bagas)
            Hatiku mendung, langit sore ini juga mendung. Hatiku gelap, langit sore ini juga gelap. Semesta mengerti perasaanku. Lalu kenapa mama tidak bisa mengerti? Aku ingin sekali menghabiskan waktu yang telah kusia-siakan selama tiga hari ini dengan memandang langit kelabu, selama tiga hari ini pula, aku harus menerima penolakan mama berkali-kali.
“mama kan sudah bilang, ini kan daerah baru buat Bagas. Lagian anak umur 10 tahun jalan-jalan sendiri di daerah baru, apa kamu tidak takut?”
Alasan yang tidak masuk akal!. Kalau aku takut, mana mungkin aku mau mencoba dan tanya? Sebenarnya yang kecil itu siapa?. Kenapa masih belum percaya bahwa kejadian tiga tahun lalu, saat aku tersesat di pasar dan tidak kembali selama 7 jam akan membuatku buta jalan? Tidak mama!
            Aku tidak peduli dengan larangan mama, aku akan membuktikan bahwa aku ini anak cengeng dan manja adalah tidak benar. Aku mengendap-ngendap keluar lewat pintu belakang selagi mama sibuk dengan tante Mia yang selalu bertamu pada jam-jam seperti saat ini.
            Ternyata, langit tidak memberikan apa yang aku harapkan. Hujan turun tepat saat aku hendak melangkah dari rumah bernomer 63 ke halaman rumah bernomer selanjutnya. Mau tidak mau aku harus berteduh, itu kalau aku mau tidak terkena flu lagi setelah seminggu sembuh.
            Aku tidak pernah menyesal dengan keputusan untuk keluar mengendap-endap dari rumah, walaupun aku harus kena marah mama dan kena flu, karena jika aku melewatkan kesempatan itu, maka aku juga melewatkan seorang gadis kecil dengan rambut dikepang dua, memiliki lesung pipi yang telah memberikan senyuman yang paling indah  dan tulus kedua di dunia setelah senyuman mama.
Orang asing (Dea)
            Hari ini memang hari special bagiku. Karena, saat ini aku sedang duduk bersandar jendela sembari mendengarkan dongeng Snow White yang dibacakan ayah, dan yang paling istemewa adalah…… saat ini hujan turun, sepertinya hujan juga mau memberiku ucapan selamat, hehehe.
            Ada baocah laki-laki yang kira-kira seumuran denganku sedang menggigil kedinginan!. Aku bisa melihatnya dari balik jendela, bibirnya biru dan tubuhnya menggigil. Pasti dingin sekali!
            Aku segera turun, mengambil payung dan memberikannya pada anak laki-laki itu. Dia hanya diam dan memandangku lekat, sepertinya dia bukan anak komplek sini. Aku mencoba tersenyum, memancingnya agar ikut tersenyum.
“Namaku Dea” aku mengulurkan tangan padanya
“Emm….Bagas” mimiknya tidak berubah
“Ayo masuk, di luar sangat dingin” dia hanya menggeleng
“Aku pulang dulu, kalau aku masuk, apa gunanya kamu meminjamiku payung? Besok atau lusa, aku akan mengembalikan payung ini”
            Bagas lari, menerobos hujan. orang asing yang menarik
Selasa, 7 Januari 2002
Kami bersama (Bagas)
Kupetik bintang, Untuk kau kenang
Cahayanya terang, Berikanku perlindungan
Sebagai peringat tenang
Juga sebagai jawaban, semua tantangan…..*
            Aku melantunkan lagu ini dengan penuh perasaan, sembari diiringi alunan gitar yang kumainkan. Sudah dua bulan ini aku mengikuti les gitar yang membosankan. Mendengar berita ini, Dea yang manja langsung merengek, memintaku memainkan sebuah lagu diiringi gitar.
            Dea mengayun-ayunkan kakinya, tersenyum padaku. Upah yang setimpal untuk permainanku yang jelek namun penuh dengan usaha. Sejak pertemuan saat hujan itu kami mulai akrab. Dea yang hangat langsung membuatku tidak bisa menolak setiap ajakannya.
Tidak ingin berakhir (Dea)
            Kami selalu bersama, pergi sekolah bersama, main bersama, bolos bersama, mengerjakan PR bersama, pergi ke perpustakaan bersama dan bersama-sama yang lain. Aku benar-benar menikmatinya, menikmati segala apa yang kita ambil walaupun itu tidak baik, dia memberiku pengertian tentang dunia laki-laki. Menghapus dugaanku bahwa laki-laki hanya bisa berbuat nakal dan tidak berguna.
            Aku ingin ini semua tidak akan berakhir. Segala kebersamaan, tangis, tawa, senyum, kejengkelan atau apapun itu yang kita kerjakan bersama, aku mohon untuk tidak berakhir.
Kamis, 7 Januari 2005
Keputusan yang sulit (Bagas)
            Kepalaku pusing sekali!. Kenapa mama bisa mengambil keputusan sendiri tanpa membicarakannya padaku?. Mama memutuskan untuk pindah ke Chicago. Dan tentu saja, aku yang masih dalam tanggungan mama harus ikut.
“Papa kamu mau menyusul kita ke sini, kita harus segera pergi” ucap beliau penuh dengan emosi
“Tapi, tidak perlu sampai pindah ke rumah nenek kan?”
“Perlu! Pokoknya kita harus jauh-jauh dari laki-laki itu, atau……hiks.hiks”  mama selalu menangis kalau membicarakan laki-laki yang meninggalkan mama saat umurku masih lima tahun itu.
“Tapi ma…”
“Tolong Bagas…bantu mama, nanti kamu akan ketemu teman baru di sana”, aku tidak bisa menjawab.
Bagaimana bisa? (Dea)
            Dia bilang mau pergi? Dia bilang mungkin akan lama? Dia bilang tidak tahu kapan kapan pulang? Bagaimana kalau dia tidak kembali? Bagaiman ia bisa mengatakannya dengan segampang itu? Bagaimana kalau……….hiks…hiks…
            Hatiku remuk sekali, sakit sekali. Aku tidak bisa berpisah dari dirinya..
            Ia akan berangkat besok? Bagaimana aku bisa melihatnya berbalik badan dan tidak kembali-kambali?
“Aku akan pergi ke Chicago, tidak tahu kapan pastinya akan kembali. Aku hanya bisa berjanji, 5 tahun lagi kita akan bertemu di taman Anggrek dengan iringan hujan seperti saat kita pertama kali bertemu. Jika tidak hujan, anggap tidak ada cerita seterusnya untuk kita. Atau kita tidak berjodoh”
Sabtu, 7 Februari 2005
Berharap dia di sini (Bagas)
Aku akan pergi
Tuk sementara
Bukan tuk  meninggalkanmu selamanya….
Orang-orang berlalu-lalang memusingkan mata bila dilihat dari balik jendela kaca coffe shope ini. Nongkrong di coffe shope seperti saat ini adalah satu-satunya hal yang bisa menghadirkanya di tengah-tengah keramaian Chicago. Tapi, bagiku Chocago hanyalah kota mati tanpa Dea, lenteraku.
Tidak tahan seperti ini (Dea)
Aku…selalu bahagia
Saat hujan turun..karena aku dapat mengingatmu untukku sendiri
Aku berteriak sekeras-kerasnya hingga lagu indah ini tak terdengar seperti lagu lagi
Hari ini aku menangis lagi, sepi itu menghinggapi aku lagi….
Tanpa Bagas, apa yang bisa aku lakukan? Semuanya sendirian, semuanya sepi, semua yang ku lihat adalah ia, semua yang ku harap adalah bertemu dengannya. Apa aku ini sudah gila?
            Tangisku bertambah kencang lagi saat aku teringat bahwa sampai saat ini tak satupun e-mail atau teleponnya  yang tertuju padaku.
Jum’at, 7 Desember 2010
Oh My God, akhirnya! (Dea)
Oh tuhan! Tante Mia bilang kalau mama Bagas dan Bagas akan pulang seminggu lagi!
Harus melakukan persiapan! Baju! Rambut! Oh, tapi baru dua hari yang lalu aku mengkritingnya, tidak! Lebih baik lurus saja!. Bagaimana wajahnya? Apa dia sudah berubah? Apa dia sudah melupakanku?
Bersiap (Bagas)
            Baju? Sudah. Oleh-oleh? Siap. Tiket? Ok. Oh, tidak‼ keberangkatan ditunda! Kenapa bisa?, lucu sekali! mau bagaimana lagi, nenek tiba-tiba sakit. Penundaan mungkin sampai tiga hari. Apa aku bisa menunggu 3 hari untuk bertemu dengan Dea? Aku tidak yakin.
Dag-dig dug (Dea)
            Taman malam ini sangat ramai, memang banyak muda-mudi sekitar yang menghabiskan malam bersama pasangan di sini. Desain taman yang unik, tanamannya yang terawat,
            Hujuan turun….
            Beberapa jam berlalu, ia tak kunjung datang, knp? Apa terjadi sesuatu padanya? Atau dia ….

3 hari berlalu

Menuju rumah (bagas)
           
            Senja yang indah menyapa, ketika sore yang dijanjikan itu datang. Dari langit temaram mentari sore menyemburkan sinarnya, membentuk larik-larik merah-jingga di ufuk barat. Sinar-sinar itu menerobos daun-daun yang melambai dan membentuk kotak-kotak keemasan di atas tanah. Aku pun ingin sekali pergi ke taman yang sering aku kunjungi bersama dea dan berharap bertemu dengannya.

Slalu menunggu(dea)

            Meskipun tak ada satu pun kabar  kedatangannya, aku percaya bahwa dia tetap akan selalu mengingat tempat ini. Di bawah pohon jambu yang tak juga tinggi, kini aku menunggu bagas

            Di ujung jalan terlihat senja mulai turun. Merah keemasan menyiratkan berbagai kisah hari ini. Mega-mega kuning memecah cakrawala.  Aku mulai resah. Sudah hampir satu jam aku menunggu tiba-tiba seseorang menghampiriku
           
“aku yakin kamu akan setia menungguku.”aku langsung terkejut melihat kedatangannya, seseorang yang aku tunggu-tunggu kini dihadapanku.
           
“ya, karena aku yakin kamu selalu ingat tempat ini dan diriku yang selalu menunggumu”
           
            Tanpaku sadari bagas menggenggam kedua tanganku.
“dea, aku tahu selama ini kamu adalah teman terbaikku sejak kecil, saat ini pula aku ingin kau tahu bahwa aku ingin selalu bersamamu dan melewati hari-hari indah denganmu”

            Air mata jatuh berderai dipipi,entah apa yang aku rasa bahagia, haru, senang. Aku tak tau apa yang ku rasakan dalam hatiku saat ku mendengar kata-katanya. Kemudian bagas memelukku.


Seraya berbisik (bagas)

“maukah kau menjadi bunga hatiku?”

Aku tersipu malu, kemudian aku menatap wajahnya
“aku akan selalu menjadi bunga di hatimu selamanya.”

            Waktu terus beringsut hingga berada di antara bibir senja dan malam. Cahaya mentari mulai meredup digantikan sinar-sinar elektronik. Udara sedikit sejuk. Mengiringi kebahagiaan yang di anugrahkan tuhan kepadaku.

.:: shout ::.


Anda berminat buat Buku Tamu seperti ini?
Klik di sini